Kamis, 26 September 2019

Bentuk Sediaan Obat


Pada materi ini dibahas tentang berbagai bentuk sediaan obat yang dibagi dalam 4 besar yaitu bentuk padat, cair, setengah padat, dan khusus.

Tujuan pembelajaran:
Setelah mempelajari materi ini, siswa diharapkan mampu untuk:
1. Menyebutkan dan mejelaskan bentuk - bentuk sediaan obat

A. Bentuk Sediaan Padat





Gambar 1: Diagram Skema Bentuk Sediaan Obat 








 Gambar 2  : Diagram Skema Bentuk Sedian Padat 

1. Kapsul :  Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.

2. Tablet :  Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. Kaplet :  Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval seperti kapsul.

3. Pil :  Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral.

4. Pastiles :  Merupakan Sediaan padat yang mengandung obat, dirancang untuk larut secara perlahan di mulut, lebih lunak dibanding lozenges

5. Lozenges :  Merupakan Sediaan padat yang mengandung gula sebagai pembawa bahan obat. Umumnya untuk pengobatan saluran cerna atau untuk batuk.
Serbuk :  Adalah campuran homogen (merata) dua atau lebih obat yang diserbukkan

 






         Gambar 3 : Kapsul                                                                                     Gambar 4 : Pil
 









         




Gambar 5 : Tablet                                                                                                                                                                   Gambar 6 : Kaplet


     





Gambar 7: Sedian Obat Lozenges                                                     Gambar 8 : Serbuk 


2. Bentuk Sediaan Setengah Padat



 



Gambar 9 : Diagram Skema Bentuk Sediaan Semi Padat 

1. Salep :  Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.

2. Cream :  Sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

3. Gel :  Sistem semi padat terdiri dari suspense yang di buat partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar, terpenetrsai oleh suatu cairan.

4. Pasta :  Sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan yang di tujukan untuk pemakaiaan topical. Sapo/Sabun : Sediaan semisolid untuk pemakaian luarhasil dari proses penyabunan alkali dengan lemak atau asam lemak tinggi


3. Bentuk Sediaan Cair






Gambar 10 :Diagram Skema Bentuk Sediaan Cair 

1. Solutiones :  Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur

2. Suspensi :  Merupakan sedian cair mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair.

3. Emulsi : Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

4. Obat Tetes/Gutae : Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).

5. Injeksi : Merupakan sediaan steril dan bebas pirogen yang bebas larutan, emulsi, suspensi, serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. penggunaannya dengan menggunakan spuit kedalam kulit, bawah kulit, otot, atau intravena.

4. Bentuk Sediaan Khusus



Gambar 11 : Diagram Skema Bentuk Sediaan Khusus 


1. Implan :  Merupakan sediaan berbentuk Silinder steril yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh dengan tujuan memperoleh pelepasan obat yang berkesinambungan dalam jangka waktu lama .

2. Aerosol :  sediaan yang mengandung 1 atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi tekanan, digunakan untuk obat luar atau obat dalam. pemakaiannya disedot melalui hidung atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke saluran pernapasan.

3. Supositoria : Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.


Daftar Pustaka

Athijah, Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi Obat dan Resep Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Laily, Dayang. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan SMK. Depok: Kemendikbud R.I

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Kerja Obat

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Kerja Obat  meliputi:
a. Usia
Berpengaruh terhadap daya kerja obat. Orang usia lanjut dan bayi sangat responsif terhadap obat. Orang lanjut usia dapat mengalami perubahan respon terhadap obat karena adanya gangguan liver, hati atau kardiovaskuler. Sedangkan bayi sangat responsif terhadap obat karena mekanisme metabolik dan eksresi yang belum sempurna akibat liver dan ginjal yang belum matang.

b. Massa tubuh
Berkaitan dengan jumlah obat yang diberikan. Dosis harus disesuaikan dengan massa tubuh, sehingga semakin besar ukuran tubuh semakin besar pula dosis yang diberikan.

c. Jenis kelamin
Mempunyai pengaruh terhadap efek obat karena perbedaan fisik antara pria dan wanita. Pria biasanya mempunyai postur tubuh lebih besar dari wanita sehingga bila suatu dosis yang sama diberikan, tubuh pria akan lebih lambat didalam melakukan metabolisme atau aksi obat. Tubuh pria lebih banyak mengandung air, sedangkan tubuh wanita mengandung lemak dan obat-obat tertentu dapat lebih cepat bereaksi dalam air atau dalam lemak.

d. Lingkungan
Berpengaruh terhadap daya kerja obat terutama lingkungan yang dapat merubah obat (misal cahaya), kepribadian pasien dan lingkungan pasien. Lingkungan fisik dapat pula mempengaruhi daya kerja obat misalnya suhu lingkungan tinggi menyebabkan pembuluh darah perifer melebar sehingga dapat meningkatkan daya kerja vasodilator.

e. Waktu pemberian
Obat per oral berpengaruh terhadap daya kerja obat. Absorbsi obat akan lebih cepat bila diberikan saat perut dalam keadaan kosong. Sedangkan obat yang dapat menyebabkan iritasi lambung akan lebih aman bila diberikan pada perut yang berisi makanan.

f. Penyakit
Merupakan salah satu pertimbangan dalam pemberian obat. Kondisi penyakit merupakan dasar dalam menentukan dasar dalam menentukan jenis obat dan dosis yang diberikan. Obat dapat bereaksi secara efektif pada keadaan sakit. Misalnya suhu badan pada orang demam dapat diturunkan dengan pemberian parasetamol tidak menurunkan suhu bila diberikan pada orang yang suhunya normal.

g. Faktor genetik
Mempengaruhi respon seseorang terhadap pemberian obat. Faktor ini secara genetik menentukan sistem metabolisme tubuh dan ketahanan seseorang terhadap alergi.

h. Faktor psikologis 
Berkaitan dengan keefektifitasan obat. Orang yang mempercayai bahwa obat yang mereka gunakan dapat mengatasi gangguan kesehatannya akan lebih efektif daya kerja obat yang ia minum dibanding dengan orang yang tidak percaya. 

Daftar Pustaka

Athijah, Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi Obat dan Resep Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Laily, Dayang. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan SMK. Depok: Kemendikbud R.I

Penggolongan Obat

Untuk memudahkan pengawasan, penggunaan dan pemantauan, obat digolongkan sebagai berikut : 

A.  Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan  

Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 Tentang Daftar Wajib Obat Jadi, bahwa yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek, Obat Keras, Psikotropika dan Narkotika

1. Obat Bebas 
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Obat Bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah Parasetamol, Vitamin-C, Asetosal (aspirin), Antasida Daftar Obat Esensial (DOEN), dan Obat Batuk Hitam (OBH). 

2. Obat Bebas Terbatas 
Disebut daftar W . Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru. Sebagaimana diperoleh tanpa resep dokter di apotek, toko obat atau di warungwarung. Contohnya obat flu kombinasi (tablet), Klotrimaleat (CTM), dan Mebendazol.

3. Obat Wajib Apotek (OWA)
Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Obat yang termasuk dalam obat wajib apotek ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

a. Empat obat wajib apotek menjadi obat bebas terbatas yaitu: 
    1. Aminofilin dalam bentuk supositoria menjadi obat bebas terbatas
    2. Bromheksin menjadi obat bebas terbatas 
    3. Heksetidin sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan dengan      kadar sama atau kurang dari 0,1% menjadi obat bebas terbatas.
    4. Mebebndazol menjadi obat bebas terbatas.

b. Satu obat wajib apotek menjadi obat bebas yaitu: 
    1. Tolnaftat sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal dengan kadar sama atau kurang dari 1% menjadi obat bebas

4. Obat Keras 
Disebut golongan G (gevaarlijk) yang artinya berbahaya. Obat keras adalah obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Kemasan obat ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Contoh obat ini adalah Amoksilin, Asam Mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi, dan semua obat baru.

5. Obat Narkotika 
Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi secara ketat. anestesi / obat bius dan analgetika / obat penghilang rasa sakit
 Kemasan obat golongan ini ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah. Contoh dari obat narkotika antara lain: Opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi / obat bius dan analgetika / obat penghilang rasa sakit.

6. Obat Psikotropika 
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-undang Psikotropika nomor 5 tahun 1997 pasal 1). Psikotropika sebenarnya termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi aktivitas psikis. Psikotropika dibagi menjadi : 
- Golongan I, sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan. 
Contohnya : Metilen Dioksi Metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine (LSD), dan Metamfetamin. 
- Golongan II, III, dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan. Namun, kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan digunakan, seperti Diazepam, Fenobarbital, Lorasepam, dan Klordiazepoksid. 


B. Berdasarkan Cara Pemakaian 
1. Obat Luar 
Obat Luar ialah obat yang pemakaiannya tidak melalui saluran pencernaan (mulut). Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion, tetes hidung, tetes telinga, dan krim.

2. Obat Dalam
Ialah semua obat yang penggunaannya melalui mulut, masuk pada saluran pencernaan, bermuara pada lambung, dan usus halus. Contohnya obat-obat yang berbentuk tablet, kapsul, dan sirup.

C. Berdasarkan Sumber Atau Asalnya  

1.  Obat yang diperoleh dari binatang mempunyai aplikasi farmasi yang cukup bervariasi. Beberapa obat dibuat dari kelenjar binatang (misalnya hormon tiroid, insulin dan hormon seksual) dan beberapa obat dibuat dari kerang, tulang, lilin lebah, bisa ular dan lain-lain.
2.  Obat dari bahan tumbuhansampai sekarang masih banyak diproduksi. Hampir semua bagian tumbuhan digunakan untuk bahan obat, misalnya akar, risoma, daun, bunga, buah dan biji.
3.  Obat yang berasal dari mineral walaupun tidak sebanyak dari tumbuhan. Contoh magnesium sulfat dan alumunium.
4.  Obat yang dibuat secara sintetismisalnya kortikosteroid, kemoterapi dan energizer psikis.

D. Berdasarkan Efek Yang Ditimbulkan 
Misalnya :
 Antiinfeksi   Antijamur   Antihistamin   Antihipertensi   Vaksin   Antikanker 

E. Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan Jika Diberikan Selama Kehamilan 
1.  Kategori A
Obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya. Misalnya Parasetamol, Penisilin, Eritromisin, Digoksin, Isoniazid, dan Asam Folat. 
2.  Kategori B 
Obat-obat yang pengalaman pemakaiannya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin. Kategori B dibagi lagi berdasarkan temuan-temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu: 
- B1:  Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin. - B2:  Data dari penelitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh tikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna.
B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia.Misalnya karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol. 
3.  Kategori C 
Obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomic semata-mata karena efek farmakologiknya. Efeknya bersifat reversibel. Contoh narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, AINS, dan diuretika. 
4.  Kategori D 
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek farmakologik yang merugikan terhadap janin. Misalnya: androgen, fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kinin, klonazepam, asam valproat, dan steroid anabolik. 
5.  Kategori X 
Kategori obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi terjadinya pegaruh buruk yang menetap (irreversibel) pada janin jika diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama kehamilan. Misalnya isotretionin dan dietilstilbestrol, talidomid

F. Penggolongan Obat Berdasarkan Kelas Terapi  
Contoh kelas terapi : 
 Analgetik, antipiretik, antiinflamasi non steroid 
 Anestetik 
 Antialergi 
 Antidotum dan obat lain untuk keracunan 

Daftar Pustaka

Athijah, Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi Obat dan Resep Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Laily, Dayang. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan SMK. Depok: Kemendikbud R.I

Konsep Dasar Farmakologi

A. Tujuan
Peserta Didik Mampu Mengetahui Konsep Dasar Farmakologi Secara Umum

B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Peserta didik memahami pengetahuan dasar farmakologi
2. Peserta didik memahami penamaan obat

C. Uraian Materi

1. Dasar Farmakologi

a. Farmakologi

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek tentang obat terutama tentang respon tubuh terhadap obat yang meliputi aspek Farmasetika, Farmakokinetika, Farmakodinamika. Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu yang terkait didalamnya meliputi Farmakodinamika, Farmakokinetika, Farmakoterapi, Farmakognosi, Toksikologi dan Farmasetik. Namun dalam dunia keperawatan hanya beberapa yang terkait didalamnya yang perlu diketahui yaitu Farmakodinamik, Farmakokinetik dan Farmakoterapi.

b. Farmakodinamik

Farmakodinamik ialah sub disiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerja obat dalam tubuh disebut juga dengan aksi atau efek obat. Efek Obat merupakan reaksi Fisiologis atau biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun, tekanan darah turun, kadar gula darah turun.Kerja obat dapat dibagi menjadi onset (mulai kerja) merupakan waktu yang diperlukan oleh obat untuk menimbulkan efek terapi atau efek penyembuhan atau waktu yang diperlukan obat untuk mencapai maksimum terap. Peak (puncak), duration (lama kerja) merupakan lamanya obat menimbulkan efek terapi, dan waktu paruh. Mekanisme kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, danhormon.
Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah satu dari proses interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat non spesifik.
Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang diduduki atau bereaksi, maka efeknya akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat (membatasi produksi) atau memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri. Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja dengan cara mengikat enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin esterase dihambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan kolin.
Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Nabikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi protein, dan norit yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri. Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang tidak sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial, karena yang diikat hanya sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa kimia juga bisa tidak menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama antagonis. Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan obat antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat menghalangi efek agonis.

c. Farmakokinetik

Farmakokinetika, mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh, mulai dari penyerapan (absorpsi), penyebarannya (distrtibusi) ke tempat kerjanya dan jaringan lain, perombakannya (biotransformasi), dan pengeluarannya (ekskresi).

Dalam Farmakokinetik meliputi ADME ( Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi ).
Absorpsi 
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantunng pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna ( mulut sampai dengan rectum ), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Contoh pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absopsi utama adalah usus halus. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif (tanpa memerlukan energi) karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi Absorbsi :
 Lemak : terdapat beberapa macam obat, ada obat yang dapat larut dalam lemak namun ada pula yang tidak dapat larut dalam lemak. Pada obat yang larut dalam lemak akan mudah teradsorbsi dibandingkan yang tidak, yang tidak akan membutuhkan carrier agar dapat diabsorbsi oleh tubuh.
 Aliran Darah : jika aliran darah tubuh baik maka proses adsorbsi akan baik pula, namun sebaliknya jika aliran darah mengalami hambatan maka proses adsorbsi akan mengalami gangguan.
 Rasa nyeri : nyeri dapat menghambat proses adsorbsi sebab jika terdapat nyeri maka proses kerja pinositosis akan terhambat. Dimana pinositosis berperan dalam proses adsorbsi obat dalam tubuh.
 Stress : stress akan mempengaruhi otak dalam melekukan perintah adsorbssi obat.
 Kelaparan : dalam kondisi lapar usus tidak dapat melakukan proses peristaltik sehingga proses adsorbsi akan tidak berlangsung.
 Makanan dalam usus : jika dalam suatu volume usus mengalami keadaan yang berlebihan maka proses perpindahan obat untuk diabsrobsi akan terhambat.
  pH : keasaman dalam usus akan mempengaruhi absorbsi obat, jika terlalu asam maka obat akan hancur.

Distribusi  
Setelah obat diabsorbsi dalam pembuluh darah, obat akan diedarkan ke seluruh tubuh oleh sistem sirkulasi. Area tubuh yang mempunyai banyak pembuluh darah misalnya, hati, ginjal dan otak dapat dicapai oleh obat lebih cepat dibanding dengan area yang sedikit mendapat suplai darah, misalnya kulit dan otot. Kecepatan obat dapat mencapai berbagai area tubuh tergantung pada perfusi dan permeabilitas kapilerkapiler terhadap molekul obat. Sifat kimia dan fisik obat menentukan area dimana obat tersebut dapat bereaksi. Obat tertentu dapat bereaksi secara terbatas hanya pada satu area, namun ada pula obat yang dapat bereaksi secara luas misalnya etil alkohol yang dapat bereaksi hampir disemua cairan tubuh.

Metabolisme 
Metabolisme merupakan proses menghancurkan obat yang terjadi didalam hati, hati ini berperan dalam menghancurkan obat jika obat telah menyelesaikan fungsinya. Metabolisme ini dilakukan dengan cara inaktif oleh enzim – enzim hati kemudian di ekskresikan. Proses pengeluarannya dipengaruhi oleh disfungsi hati seperti serosis, hepatitis.

Ekskresi 
Ekskresi, merupakan proses pengeluaran obat dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit yang polar (obat yang larut baik dalam air) diekskresi lebih cepat daripada obat yang larut baik dalam lemak, kecuali pada eksresi melaui paru-paru. Ginjal merupakan organ eksresi yang terpenting. Metabolit yang larut dalam air sukar direabsorpsi oleh tubuli ginjal, sehingga akan dikeluarkan bersama-sama urine. Sebaliknya, obat yang mudah larut dalam lemak jika sudah berada dalam tubuli ginjal sebagian besar direabsorpsi oleh tubuli ginjal. Obat yang tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus bisa disekresi oleh ginjal melalui sekresi tubulus. Jadi proses eliminasi oleh ginjal (ekskresi) meupakan hasil dari prosesproses filtrasi glomerulus, reabsorbsi, dan sekresi tubulus. Bila fungsi ginjal rusak sedangkan obat harus dikeluarkan melalui ginjal maka eksresinya tidak sempurna dan memudahkan terjadinya keracunan. Hasil ekskresi dapat berupa urine, air ludah, air susu, air mata, keringat dan lain-lain.

d. Farmakoterapi 
Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat, sifat fisiologi atau mikrobiologinya dengan penyakit.
Beberapa hal yg dipelajari dalam farmakoterapi :

1) Pemilihan Obat
 Diagnosis yang tepat
 Pengetahuan yg berhubungan dg patofisiologi suatu penyakit.Pengetahuan farmakologi dasar, biokimia obat dan metabolitnya, kinetika senyawa pada orang normal dan sakit.
 Kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu dalam praktek.
 Tindakan yg beralasan dalam menghubungkan patofisiologi dan farmakologi hingga bisa di dapat hasil pengobatan yg dikehendaki.
 Rencana untuk melakukan evaluasi dan pengukuran spesifik yg dapat menggambarkan daya guna dan toksisitas serta merancangterapi selanjutnya.

2) PengembanganObat  Beberapa tahap untuk pengembangan obat baru :
 Ide / hipotesis
 Rancangan bahan sintesisnya.
 Studi pada jaringan dan hewan (uji praklinik)
 Studi pada manusia (uji klinik)
 Hak paten
 Studi pasca pasar tentang keamanan dan perbandingan dengan obat lain.

3) Interaksi Obat Berbagai tingkat interaksi obat :
 Interaksi absorbs
 Interaksi ikatan protein plasma
 Interaksi farmakodinamik

4) EfekSamping Obat mencakup setiap pengaruh obat yang tidak dikehendaki atau yang merugikan/ membahayakan pasien dalam dosis terapeutik untuk pencegahan maupun pengobatan.
Beberapa jenis efek samping obat :
 Tipe A Terjadi akibat aksi farmakologis yg normal umumnya tergantung dosis. Insiden dan morbiditasnya tinggi, tapi mortalitas rendah.
Contoh : Mengantuk setelah minum CTM.
 Tipe B Timbulnya tidak dapat diduga, Insiden dan morbiditasnya rendah, namun mortalitasnya tinggi.
Contoh : Reaksi imunologik.

5) Terapi Obat Rasional Enam langkah farmakoterapi yg rasional :
 Menentukan diagnosis yg tepat.
 Memahami patofisiologi penyakit dan peluang untuk intervensi obat.
  Memahami farmakologi obat yang dapat dipakai sebagai pilihan farmakoterapi terhadap penyakit
 tersebut.
 Seleksi obat dan dosis yang paling optimal untuk pasien yang paling spesifik.  Seleksi efikasi dan toksisitas yang perlu dipantau.
 Membina hubungan baik dengan pasien.

6) Keputusan Klinik Faktor yg berperan dalam proses pengambilan keputusan klinik :
 Bukti ilmiah atau medik yang valid (mis. Uji klinik).
 Faktor pasien (mis. Kepercayaan pasien).
 Faktor Dokter (mis. Pengalaman / mutu).
 Paksaan (mis. Asuransi).
7) Pengobatan Sendiri Dapat dilakukan untuk hal berikut :
 Penghilangan simptom jangka pendek, untuk penyakit yg diagnosis akuratnya tidak diperlukan.  Kasus penyakit kronik atau kambuhan tanpa komplikasi.

e. Farmakognosi 
Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat–zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.

f. Toksikologi 
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik dari berbagai racun, zat kimia (termasuk obat) lainnya pada tubuh manusia. Terutama dipelajari cara diagnosis, pengobatan dan tindakan pencegahan terjadinya keracunan.

g. Farmakognosa
Merupakan cabang ilmu yang membahas sejarah, produksi, perdagangan, pemilihan, identifikasi, preservasi obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang.

h. Farmasi
Berkaitan dengan pengetahuan yang membahas nilai kimia dan fisik obat dan bentuk dosis obat. Ahli farmasi mempunyai peranan dalam menyiapkan dan meracik obat.

2. Penamaan Obat

a. Nama Kimia
 Tata Nama kimia bahan obat merujuk pada IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) co : Acetaminofen atau parasetamol memiliki nama kimia 4’hydroxyacetanilide(HO-fenilNHCOCH3), Amfetamin mempunyai nama kimiadlmethylphenethylamine (fenil-CH2-CH(NH2)CH3), Tetrasiklin mempunyai nama kimia yang panjang 4-(dimethylamino)-1,4, 4a, 5, 5a, 6, 11, 12a-octa hidro-3, 6, 10, 12, 12a- pentahydroxy-6methyl-1, 11- dioxo-2 naphtacenecarboxamide monohydro chlorida 

b. Nama Generik
 Karena panjang dan sulitnya nama kimia, maka untuk keperluan komunikasi setiap senyawa diberi nama yang bukan nama kepemilikan (nonpropietary) yang sifatnya trivial yang dapat diterima secara universal
 Nama generik diberikan oleh WHO’s International Nonpropietary Names (INN) for Pharmaceutical Subtances 
 Sebelum dibahas di INN, calon nama generik tersebut dibahas di badan nasional masing-masing negara untuk disetujui terlebih dahulu 
BAN : British Approved Names USAN : United State Approved Names JAN : Japanese Accepted Names, dll 
 Penulisan nama generik dengan huruf kecil kecuali di awal kalimat , Contoh : asetaminofen, tetrasiklin, asetosal

Daftar Pustaka

Athijah, Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi Obat dan Resep Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Laily, Dayang. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan SMK. Depok: Kemendikbud R.I

Rabu, 25 September 2019

Peran Perawat dalam Pemberian Obat

A. Tujuan 
Peserta Didik Mampu Mengidentifikasi Peran Perawat dalam Pemberian Obat

B. Indikator Pencapaian Kompetensi 
Peserta didik memahami peran perawat dalam pemberian obat

C. Uraian Materi 

1. Hak-hak Klien dalam Pemberian Obat 

1) Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat 

Hak ini adalah prinsip dari memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi ( Informed concent ) , yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan.

2) Hak Klien untuk Menolak Pengobatan 

Klien dapat menolak untuk pemberian suatu pengobatan . Tanggung jawab perawat untuk menentukan , jika memungkinkan , alasan penolakan dan mengambil langkah – langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan . Jika suatu pengobatan ditolak , penolakan ini harus segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter harus diberitahu jika  pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan klien, seperti dalam pemberian insulin. Tindak lanjut  juga diperlukan jika terjadi perubahan pada hasil pemeriksaan laboratorium , misalnya pada pemberian insulin atau warfarin (  Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes, 1996 ).

2. Peran Perawat dalam Pemberian Obat  

a. Peran Dalam Mendukung Keefektifitasan Obat

Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja dan efek terapeutik obat, perawat harus mampu melakukan observasi untuk mengevaluasi efek obat dan harus melakukan upaya untuk meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang sebagai pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapat terlaksana dengan pemberian obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan dengan tindakan perawatan. Laporan langsung yang disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada berbagai keadaan. Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung kepada pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.

b. Peran dalam mengobservasi efek samping dan alergi obat

Perawat mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat, untuk melakukan hal ini, perawat harus mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Beberapa efek samping obat khususnya yang menimbulkan keracunan memerlukan tindakan segera misalnya dengan memberikan obat-obatan emergensi, menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter. Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di rumah mengenai tanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus dilaporkan pada dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap obat. Beberapa pasien dapat mengalami alergi terhadap obat-obat tertentu. Perawat mempunyai peran penting untuk mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat pemberian obat. Data tentang alergi harus diperoleh sewaktu perawat melakukan pengumpulan data riwayat kesehatan.

c. Peran Perawat dalam Menyimpan (Pengelolaan obat) , Menyiapkan, dan, Pencatatan

Pengelolaan obat yaitu mengatur penyediaan, penyimpanan, pemakaian, dan pemeliharaan obat - obatan yang diperlukan untuk kebutuhan pasien di ruangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tujuan pengelolaan obat:
1. Supaya obat-obatan tersedia sehingga dapat segera digunakan apabila diperlukan pasien
2. Mencegah kerusakan obat dengan cara mempertahankan kebersihan dan kerapian tempat dan lemari obat
3. Memberi pengaman terhadap obat-obatan dan pasien

Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1. Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 - 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C.
2. Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci.
3. Kadaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan di belakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak.

Prosedur kerja Menyimpan Obat/ Pengelolaan Obat:

1. Persiapan:
a. Lemari obat khusus yang dikunci
b. Botol dan tempat obat lainnya
c. Etiket warna biru dan putih
d. Buku catatan obat (permintaan, penerimaan obat, dll)
e. Pengukuran
f. Gelas obat
g. Sendok besar dan kecil
h. Tempat sampah

2. Pelaksanaan:
a. Obat-obatan yang telah diterima dari apotek, dicocokan dengan daftar permintaan obat
b. Obat tersebut disusun dan dimasukkan ke dalam tempat yang sudah disediakan, diberi etiket yang jelas, kemudian ditutup rapat misalnya:
- Obat dalam yaitu semua obat yang cara pemberiannya melalui mulut dan ditelan (per oral). Etiketnya berwarna putih.
- Obat luar yaitu semua semua obat yang cara pemberiannya selain melalui mulut (ditelan). Etiketnya berwarna biru.
- Obat yang berbahaya/ keras yaitu etiketnya berwarna biru dan diberi tanda silang merah atau gambar tengkorak.
c. Obat tertentu harus disimpan di tempat khusus, misalnya:
- Obat yang tidak tahan sinar matahari, disimpan di dalam botol atau tempat yang berwarna gelap
- Obat yang tidak tahan suhu panas, disimpan dalam lemari es, dll
d. Pengelompokkan obat di dalam lemari diatur sedemikian rupa, misalnya:
- Obat dalam (per oral) disusun pada lemari bagian atas
- Obat luar:
   * Suntikan disimpan dalam lemari bagian tengah
   * Supositoria disimpan dalam lemari bagian tengah
   * Obat yang berbahaya disimpan dalam lemari bagian bawah sekali
   * Selanjutnya, obat tersebut dapat disusun berdasarkan abjad
   * Setelah selesai semuanya, lemari obat dikunci dan kuncinya dipegang oleh orang yang bertanggung jawab terhadap obat - obatan.

Menyiapkan Obat adalah tindakan menyiapkan obat pasien sesuai dengan program terapi yang telah ditentukan yaitu jenis obat, dosis, waktu, dan cara pemberiannya.

Tujuan Menyiapkan Obat:
1. Mencegah dan mengobati penyakit
2. Mengurangi rasa sakit
3. membantu menegakkan diagnosis
4. Memberikan perasaan senang dan puas kepada pasien

Menyiapkan dan memberikan obat dilakukan:
1. Setiap waktu pemberian obat kepada pasien sesuai dengan program terapi yang telah ditenntukan
2. Sewaktu-waktu jika diperlukan menurut instruksi.

Prosedur Tindakan Menyiapkan Obat :
 Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
 Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
 Periksa perintah pengobatan
 Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
 Periksa tanggal kadaluarsa
 Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain
 Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau ahli Farmasi
 Buang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit,buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran identifikasi pasien
 Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan harus berada pada garis dosis yang diminta
 Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin) atau berikan bersama-sama dengan makanan

Pencatatan : 
 Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
 Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial perawat.
 Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat
 Laporkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.

Hal yang perlu diperhatikan:
1. Penanggung jawab pengelolaan obat-obatan ini harus mengetahui kebutuhan obat sehari-hari, macam dan jumlahnya, teknik pemeliharaannya, dan teliti dalam bekerja
2. Jika etiket obat rusak atau nama kurang jelas, segera ganti dengan etiket baru
3. Menempatkan obat di lemari harus tetap tempatnya denga  etiket menghadap ke depan agar mudah mengambilnya dan tidak terjadi kekeliruan
4. Obat yang lama dipergunakan dahulu. Jangan menunggu sampai persediaan obat habis, baru mengirimkan daftar permintaan ke apotek
5. Obat yang rusak atau kadaluwarsa harus segera dibuang.

d. Peran perawat dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang obat

Perawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga, dan masyarakat luas. Hal ini termasuk pendidikan yang berkaitan dengan obat. Perawat dapat memberikan penyuluhan tentang manfaat obat secara umum, sedangkan informasi yang lebih terperinci bukan merupakan tanggung jawab perawat tetapi tanggung jawab dokter.


Daftar Pustaka

Laily, Dayang. 2016. Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Keperawatan SMK. Depok: Kemendikbud R.I

Zega, Wira Pratama. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia: prosedur keterampilan bidang keahlian kesehatan. Jakarta: EGC

TINDAKAN DASAR KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT (ORAL, TETES, TOPICAL, DAN SUPOSITORIA

  A.   KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT ORAL 1.   Definisi Pemberian obat per oral adalah menyiapkan dan memberikan obat untuk klien, yang ...